6harakat abuDawud adHOC ahlusunnah aidilFitri akhlak aktivitiMingguan alBaqarah alFalaq alFatihah aliImran alIkhlas alMulk alMunafiqun alQuran anNas aqidah artikel ayatalQuran ayatKursi bacaan bacaanshalawat bahagi bahasa bantuan bantuanKomputer barisATAS barisBAWAH barisDEPAN barisDUA barisduaATAS barisduaBAWAH barisduaDEPAN belajarTAJWID beritaKBQS bida'ah tahunMasehi bidayatulHidayah bimbingan.alQuran bimbinganAkademik binaAyat blogHarian bukhariMuslim bundarkanNombor cari.pilih.tanda catatanHarian cenderaHati cerakinNombor commitmentndedication contoh cutiRehat daftarBaru daftarSemula dalamMemori darab data dedicationndetermination doa doaSelamat doktrin dresscode dzikir eEnglish eEnglishT4 eJAWI ezMaths ezMathsT2 ezMathsT4 ezMathsT6 fahaman faisalchoir fardhu'Ain fardhuKifayah fathah fatwa fidyah firmanAllah ghuluw hadith hamzahWASAL haram hariAsyura hijrah hindu holiFestival homeWorks hujungMinggu hukmIdgham hukmIkhfa' hukmIqlab hukmIzhar hukum hukumIDGHAM hukumIkhfa' hukumIKHFA'' hukumIkhfa'Haqiqi hukumIQLAB hukumIZHAR hurufArab hurufHalqi hurufHIJAIYAH hurufIdgham hurufLinak hurufMad hurufQOLQOLAH hurufSukun i.love.english ibadah ibnKatheer ibnTaymiyah ibubapa ibubapaPelajar idghamBilaGhunnah idghamMaalGhunnah ilmuTajwid imageReporting imageUpdate imamBaihaqi imamNawawi imamTarmizi imejFoto iqra'nquran isipaduCecair islam islamqa jamuan kadNombor kasrah kataKerja kbqs2012 kbqs2014 kbqs2015 kbqs2016 kbqssp kelasTajwid kemaskini kemaskiniData kembaliMengaji keputusan kerajaan kesesatan khatamIqra' khatamQuran kiboid kitab.rujukan kkiniImej kkiniInfo klipVideo koleksiFoto kronologiEven kubus latihan latihanIndividu liveSTREAMING logo.kbqs madAsli madJaizMunfasil madLazimHarfi madLazimKalimiMuthaqqal madWajibMuttasil majmukFatwa makkah mariMengaji maringaji matLazimKalimiMukhaffaf menjawikanPerkataan misharyAlAfasy modul.latihan moralsupport murtadeen muslim mut'ah myjawi mytajwid mytajwid.nota myVocab ngajiBalik nilaiAngka nilaiTempat nomborBulat numberGame nurin.aisyah nuzulQuran oum pangsapuriDamai pecahan pelajar.alQuran pelajaran1 pelajaran2 pelajarBaru pelajarBerhenti pelajarCemerlang pelajarLelaki pelajarPerempuan pengenalanKomputer pentagon penyelidikan perayaan poligon prisma puasa rafidi ramadhan ramadhan1433H rasmUTHMANI rasulALLAH readingPractice rehatMinda rekod&data risalahILMU RSIS rukunsolat salaf salafi salamPerpisahan samudera.ilmu saujanaPutra sayonara segi3 segi4 sejarah sejarah.islam selamatDATANG selamatTinggal selesaiMasalah senaraiPelajar sesi.ke6 sesi2015 sesi2016 sesiADHOC sesimlm sesiptg setData sholat sirah.nabawiyah sistem soaljawab solat solat'Asar solatDzohor solatFardhu solatIsya' solatMaghrib solatNawafil solatSubuh solatTahajud sukun sunnah surahQuran surauasSalam syiah tadarusalQuran tahap3 tahunbaru takbir tandaSabdu tandaSyaddah tanwin tarmizi tasbih tasmid tasyahud tazkirah thefaces thelist tulisan ucapan ujian ukuran.panjang ulangkaji untukrenungan wahhabi wahyualQuran wirid youTUBE zakat

Friday, September 6, 2019

ghuluw

Sebab Kekufuran Karena Ghuluw (Sikap Berlebihan) Pada Orang-orang Shalih



Sebab Kekufuran Karena Ghuluw (Sikap Berlebihan) Pada Orang-orang Shalih

Firman Allah ta’ala, “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampui batas dalam agamamu dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) ruh dari-Nya (An-Nisa’ : 171). 


Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu tentang firman Alah ta’ala, “Dan mereka berkata, ‘Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan kepada tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghits, Ya’uq, dan Nasr.” (Nuh: 23), beliau berkata, “Ini adalah nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh, ketika mereka mati, setan membisikkan kepada kaum mereka, ‘Buatlah patung-patung ditempat-tempat dimana mereka pernah mengadakan pertemuan disana, dan mereka menamakan patung-patung itu dengan nama-nama mereka.’ Maka mereka melakukannya. (Saat itu) patung-patung tersebut belum disembah. Hingga setelah orang-orang yang membuat patung tersebut meninggal dunia dan ilmu yang benar telah dilupakan, maka patung-patung itupun disembah.” (HR. Bukhari no. 4940)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak sedikit kalangan salaf berkata, “Ketika mereka mati, orang-orang sering mengerumuni kuburan mereka, kemudian mereka membuat patung-patung  mereka, kemudian dimasa yang panjang berlalu, dan akhirnya orang-orang itu menyembah mereka.”

Dari Umar bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian memujiku secara berlebih-lebihan sebagaimana orang-orang Nasrani memji (Nabi Isa) putra Maryam secara berlebih-lebihan, aku hanya seorang hamba, maka katakanlah, ‘Hamba dan Rasul Allah’.” (HR. Bukhari no. 3445, 68830 dan Muslim)

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah ghuluw (sikap berlebihan), karena yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah sikap ghuluw.” (HR. Ahmad no. 3238, an-Nasa’i no.3059 dan Ibnu Majah no. 3029)

Dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah orang-orang yang berlebih-lebihan,” Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam mengucapkannya tiga kali. (HR. Muslim no. 2670)

Ghuluw adalah sikap berlebih-lebihan dalam mengagungkan baiik dengan perkataan dan keyakinan. Yakni, `janganlah kalian mengangkat makhluk dari kedudukannya dimana Allah telah mendudukannya pada kedudukan tersebut sehingga kalian mendudukkan yang bersangkutan dalam kedudukan yang hanya patut untuk Allah semata. Walaupun ayat diatas tertuju kepada Ahli Kitab, namun ia bersifat umum mencakup seluruh umat. Ayat ini sebagai peringatan bagi umat agar tidak melakukan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam seperti yang sudah dilakukan oleh orang-orang Nasrani kepada Nabi Isa ‘Alaihissalam dan orang-orang Yahudi kepada Uzair.

Dalam Qurrah al-Uyun al-Muwahhidin dikatakan, “Sebagaimana yang terjadi pada perkataan al-Bushiri dan al-Bura’i dan selainnya, termasuk syirik dan ghuluw yang mereka lakukan sebagai sikap penentangan terhadap Allah, kitabNya dan RasulNya. Dimana posisi syirik yang mereka terjatuh ke dalamnya itu dari ucapan seorang laki-laki yang berkata kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, “Engkau adalah sayid kami, putra sayid kami, orang terbaik kami dan putra orang terbaik kami.” Yang mana Nabi sangat tidak menyukai ucapannya ini.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Barangsiapa dari umat ini yang meniru orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, bersikap ghuluw terhadap agama dengan sikap ekstrim dan sikap asal-asalan maka dia telah menyamai mereka.”

Syaikhul Islam juga berkata, “Dalam syair al-Bushiri tersohor ucapannya,
Wahai makhluk yang mulia, kepada siapa gerangan aku berlindung
Kecuali kepadamu pada saat musibah datang silih berganti.
Dan bait-bait sesudahnya dimana isinya adalah mengikhlaskan doa, permohonan perlindungan, harapan dan berpegang dalam kondisi paling sulit dan keadaan paling menjepit kepada selain Allah.

Mereka sangat menentang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, dengan berani melakukan apa yang Beliau larang. Mereka melawan Allah dan RasulNya dengan perlawanan keras. Hal itu karena setan menampakkan syirik besar ini dalam bentuk mencintai dan mengagungkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Setan menunjukkan tauhid dan ikhlas yang dengannya Allah mengutus Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam wujud penghinaan kepada beliau, padahal orang-orang musyrik itulah para peleceh dan para penghina Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, mereka berlebih-lebihan dan mengagungkan beliau dengan apa yang sangat dilarang oleh beliau, mereka tidak menggubris perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan beliau, mereka tidak rela kepada hukum beliau dan tidak menerimanya. Padahal mengagungkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam hanya terwujud dengan mengagungkan perintah dan larangan beliau, mengikuti petunjuk beliau, menerapkan sunnah beliau, menyeru kepada agama yang beliau menyeru kepadanya dan mendukungnya, loyal kepada orang-orang yang mengamalkannya dan membenci orang-orang yang menyelisihinya. Kemudian orang-orang musyrik itu menjungkirbalikkan apa yang Allah dan RasulNya inginkan, baik ilmu maupun amal, mereka melaksanakan apa yang Allah dan RasulNya larang. Semoga Allah memberi pertolongan.” 
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu tentang firman Alah ta’ala, “Dan mereka berkata, ‘Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan kepada tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghits, Ya’uq, dan Nasr.” (Nuh: 23), beliau berkata, “Ini adalah nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh, ketika mereka mati, setan membisikkan kepada kaum mereka, ‘Buatlah patung-patung ditempat-tempat dimana mereka pernah mengadakan pertemuan disana, dan mereka menamakan patung-patung itu dengan nama-nama mereka.’ Maka mereka melakukannya. (Saat itu) patung-patung tersebut belum disembah. Hingga setelah orang-orang yang membuat patung tersebut meninggal dunia dan ilmu yang benar telah dilupakan, maka patung-patung itupun disembah.” (HR. Bukhari no.4940)

Ibnu Jarir berkata, Ibnu Humaid menyampaikan kepada kami dia berkata, Mihran menyampaikan kepada kami, dari Sufyan, dari Musa, dari Muhammad bin Qais,
“Bahwa Yaghuts, Ya’uq dan Nasr adalah orang-orang shalih anak cucu nabi Adam, mereka memiliki pengikut-pengikut yang meneladani mereka. Ketika mereka mati, para pengikut itu berkata, ‘Seandainya kita membuat patung mereka, niscaya hal itu lebih membuat kita bersemangat  dalam ibadah.’ Maka mereka melakukannya. Ketika mereka mati, datang para penerus dan iblis datang kepada penerus ini dan berkata, ‘Mereka dulu menyembah orang-orang shalih tersebut, dan dengan orang-orang shalih itu hujan diturunkan.’ Maka para penerus itu (mulai) menyembah mereka.”

Dalam Qurrah al-Uyun al-Muwahhidin dikatakan,
“Berhala-berhala yang dibuat dalam rupa orang-orang shalih ini menjadi semacam tangga kepada penyembahan kepadanya. Apapun yang disembah selain Allah  berupa kuburan, altar persembahan, berhala, thaghut, maka dasar penyembahannya adalah ghuluw, sebagaimana hal ini tidak samar bagi orang-orang yang berfikir. Sebagaimana yang terjadi pada penduduk mesir dan lainya, tuhan terbesar mereka adalah Ahmad al-Badawi seorang laki-laki yang asal-usulnya tidak jelas, tidak pula dikenal ilmu dan ibadahnya. Walaupun begitu ia menjadi tuhan teragung mereka, walaupun yang diketahui darinya hanyalah bahwa dia pernah masuk masjid pada hari jum’at lalu kencing didalamnya kemudian keluar dan tidak kembali. Hal ini disebutkan oleh as-Sakhawi dari Abu hayan. Lalu setan datang menghiasi penyembahan kepadanya, maka orang-orang meyakini bahwa dia bertindak pada alam semesta, memadamkan kebakaran, dan menyelamatkan orang tenggelam, orang-orang memberikan ilahiyah, rububiyah dan ilmu ghaib kepadanya. Mereka meyakini  bahwa ia mendengar ucapan mereka dan menjawab mereka dari negeri-negeri yang jauh. Diantara yang hadir ada yang sujud dikuburnya.

Sementara itu penduduk di Irak dan orang-orang sekitarnya seperti Oman meyakini pada Abdul Qadir al-jailani seperti keyakinan orang-orang mesir terhadap Ahmad al-badawi. Abdul Qadir sendiri adalah salah seoarang ulama Hanbali muta’akhkhir, dia mempunyai kitab al-Ghunyah, padahal selain Abdul Qadir dari kalangan ulama Hanbali, yang sebelum dan sesudahnya banyak yang lebih hebat darinya dari sisi ilmu dan kezuhudan, walaupun Abdul Qadir juga mempunyai dua perkara ini. Namun orang-orang terfitnah olehnya dengan fitnah besar seperti yang terjadi pada orang-orang Rafidhah kepada Ahlul Bait.

Sebab ghuluw tersebut adalah klaim bahwa dia mempunyai karomah-karomah, padahal selainnya yang lebih baik darinya juga mempunyai karomah seperti yang terjadi pada sebagian Sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan Tabi’in. Demikian memang keadaan ahli syiri dengan orang-orang yang mereka jadikan sekutu bagi Allah ‘Azza wa jalla.

Lebih besar dari ini adalah ibadah orang-orang Syam kepada Ibnu Arabi, dedengkot akidah Wihdatul Wujud, dia adalah penduduk bumi yang paling kafir, kebanyakan orang-orang yang meyakini hal itu padanya tidak memiliki keutamaan dan tidak mempunyai agama, seperti sebagian orang-orang mesir lainnya. Hal seperti ini juga terjadi di Najed sebelum datang dakwah Syaikh Muhammad. Demikian pula Hija, Yaman dan lainnya terjadi pula penyembahan kepada thagut-thagut, pohon-pohon, batu-batu, kuburan-kuburan yang menjamur, seperti ibadah mereka kepada jin dan permintaan syafaat oleh mereka kepada para jin. Dasar ghuluw tersebut adalah bisikan setan.” [Selesai]

Dalam catatan kaki Fathul Majid dikatakan,
“Yang menyeret kepada ghuluw yang berujung kepada penyembahan kepada mereka selain Allah tidak lain adalah, pengagungan terhadap kuburan mereka, membangun kubah-kubah diatasnya, menutupinya dengan kain-kain kelambu, meneranginya dengan lampu-lampu, hadirnya para juru kunci dan para nelayan berwujud setan manusia padanya untuk menyeru manusia agar menyembah mereka dengan berbagai macam nazar. Maka harta nazar masuk kedalam kantong mereka. Jika tidak betapa banyak hamba-hamba Allah yang shalih dari kalangan Para Sahabat dan para Ulama yang mulia yang mempunyai jasa besar lagi baik bagi Islam yang dikubur di Mesir, Syam dan lainnya.mereka ini beribu-ribu kali lebih mulia daripada orang-orang sekelas al-badawi dan ad-Dasuqi, bahkan sandal mereka lebih mulia dan lebih berharga daripada al-Badawi dan orang-sepertinya, namun orang-orang musyrik itu tidak mengetahui mereka. Karena diats kubur mereka tidak dibangun patung-patung dan diatasnya tidak didirikan berhala-berhala.

Oleh karena itu. Orang yang mengaku bahwa dia mengunjungi kuburan-kuburan yang diatasnya didirikan berhala-berhala dan patung-paung ini dengan tujan mengambil pelajaran dan mengingatkan hari akhir adalah orang yang paling bodoh dan paling jauh dari petunjuk islam yang tidak mensyariatkan kubah-kubah diatas kuburan. Akan tetapi Islam hanya mengetahui kuburan tanpa bangunan diatasnya, tidak ada tulisan diatasnya, tidak diselimuti dengan kain sutera dan lainnya. Sangat-sangat mustahil mengambil pelajaran dari berhala-berhala dan patung-patung ini. 
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak sedikit kalangan salaf berkata, “Ketika mereka mati, orang-orang sering mengerumuni kuburan mereka, kemudian mereka membuat patung-patung  mereka, kemudian dimasa yang panjang berlalu, dan akhirnya orang-orang itu menyembah mereka.”

Ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh al-Bukhari dan Ibu Jarir. Hanya saja dia menyebutkan kedatangan orang-orang kepada kuburan mereka dalam skala rutin sebelum mereka membuat patung-patung mereka. Dan hal itu termasuk sarana syirik bahkan itulah syirik, karena berdiam diri dimasjid merupakan ibadah bagi Allah, maka jika mereka berdiam dikuburan , maka apa yang mereka lakukan dengan dasar mengagungkan dan mencintai juga termasuk ibadah kepadanya.

“Kemudian dimasa yang panjang berlalu, dan akhirnya orang-orang itu menyembah mereka.”

Yakni, zaman berjalan dalam waktu yang panjang.
Sebab ibadah tersebut dan yang mengantarkan kepadanya adalah apa yang terjadi dari leluhur berupa pengagungan kepada kuburan melalui i’tikaf diatasnya, dan membuat patung-patung mereka ditempat pertemuan mereka. Maka hal itu menjadi berhala yang disembah selain Allah ‘Azza wa jalla. Dengan itu mereka meninggalkan agama Islam yang sebelumnya dipegang oleh para leluhur mereka (sebelum terjadinya sarana-sarana syirik ini) yang mengingkari penyembahan kepada patung-patung itu dan pengangkatan mereka sebagai pemberi syafaat. Ini adalah syirik pertama yang terjadi dimuka bumi.

Al-Qurthubi berkata, “Para leluhur mereka membuat patung-patung  tersebut untuk meneladani mereka dan mengingat perbuatan-perbuatan baik mereka, sehingga para leluhur itu bisa bersungguh-sungguh seperti mereka, beribadah kepada Allah diatas kubur mereka. Selanjutnya datanglah generasi penerus yang tidak memahami maksud para leluhur, dan setan membisikan kepada mereka bahwa para leluhur menyembah dan mengagungkan patung-patung tersebut.”

Ibnul Qayyim rahimahulah berkata,
“Setan terus membisiki para pemuja kubur dan menyampaikan kepada mereka bahwa mendirikan bangunan dan berdiam diri diatasnya termasuk kecintaan terhadap penghuni kubur  dari kalangan Nabi dan orang-orang shalih, dan bahwa berdoa disana adalah mustajab. Kemudian dari fase ini setan membawa mereka untuk berdoa untuk menjadikanya sebagai perantara, bersumpah dengannya atas Allah, padahal kedudukan Allah lebih agung sehingga tidak patut di ucapkan sumpah atasNya dengan nama seorang makhlukNya atau Dia diminta dengan nama salah seorang makhlukNya.

Jika hal itu sudah mereka terima, maka setan membawa mereka darinya kepada fase berdoa dan beribadah kepadanya, memohon syafaat kepadanya selain Allah, menjadikan kuburnya sebagai tempat perayaan dengan lampu-lampu tergantung dan kain-kain kelambu, thawaf dilakukan disekelilingnya, kuburnya diusap dan dicium, dijadikan sebagai tujuan dan dilakukan penyembelihan diatasnya. Jika hal ini sudah mereka terima, maka setan membawa mereka darinya kepada fase berikutnya, yaitu mengajak manusia untuk menyembahnya, menjadikan sebagai tempat ibadah dan perayaan. Maka mereka melihat bahwa hal itu lebih bermanfaat bagi merekadalam dunia dan agama mereka. Semua ini telah diketahui secara mendasar dalam agama Islam bahwa ia bertentangan dengan apa yang dengannya Allah mengutu RasulNya, berupa misi menegakkan tauhid dan agar tidak disembah selain Allah.

Jika hal itu sudah mereka terima, maka setan membawa mereka kepada keyakinan bahwa siapa yang mencegah hal itu berarti dia telah merendahkan para pemilik derajat mulia ini dari kedudukan mereka dan menghina mereka, mengklaim bahwa mereka tidak mempunyai kedudukan dan kehormatan, maka orang-orang musyrik itu marah dan hati mereka membenci, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Dan apabila Nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.” (Az-Zumar: 45)

Hal ini merembet kedalam hati banyak orang dari kalangan orang-orang bodoh dan jahil, termasuk banyak orang dari kalangan orang-orang yang mengaku berilmu dan beragama, sehingga mereka memusuhi ahli tauhid dengan tuduhan-tuduhan berat, membuat manusia menjauh dari ahli tauhid dan untuk selanjutnya orang-orang itu bersikap loyal dan mengagungkan ahli syirik, mereka mengklaim bahwa mereka adalah wali-wali Allah, para pendukung agama dan RasulNya, padahal Allah ta’ala menolak hal itu, “(Kenapa Allah tidak mengazab mereka) padahal mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasai? Orang-orang yang berhak menguasainya hanyalah orang-orang yang bertakwa.” (Al-Anfal: 34).” [Demikian ucapan Ibnul Qayyim rahimahullah]

petikan: http://faisalchoir.blogspot.com/2016/05/sebab-kekufuran-karena-ghuluw-sikap.html

beribadah.dikuburan

Sikap Keras Rasulullah Terhadap Orang yang Beribadah di Kuburan



Bab Keterangan Sikap Keras Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam Terhadap Orang yang Beribadah Kepada Allah di Sisi Kuburan Orang Shalih.

Dari Aisyah radhiyallahu’anha, “Bahwa Ummu Salamah bercerita kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang sebuah gereja yang pernah dia lihat dibumi Habasyah dan gambar-gambar yang ada didalamnya, maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, ‘Orang-orang itu, jika diantara mereka ada seorang laki-laki shalih atau hamba shalih yang mati, mereka membangun tempat peribadatan diatas kuburnya dan membuat gambar-gambar tersebut. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk disisi Allah’.” (HR. Bukhari no. 427, 437 dan Muslim no.528).

Mereka membuat dua fitnah: Fitnah akibat kubur dan fitnah akibat patung-patung.

Dari Aisyah radhiyallahu’anha ia berkata, “Ketika ajal Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tiba, beliau mulai mengambil sepotong kain dan menutupkannya ke wajahnya, jika beliau merasakan panas lagi sesak, maka beliau membukanya. Dalam keadaan tersebut beliau bersabda, ‘Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat-tempat peribadatan.’ Beliau memperingatkan umat dari apa yang mereka lakukan, kalau bukan karena itu niscaya kubur beliau ditampakkan, hanya saja beliau  kawatir ia dijadikan sebagai tempat peribadatan.” (HR. Bukhari no.435 dan Muslim no.531)

Dari Jundub bin Abdullah radhiyallahu’anhu berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda lima malam sebelum beliau wafat, ‘Sesungguhnya aku berlepas diri kepada Allah dijadikannya bagiku seorang khalil (kekasih) dari kalian, karena sesungguhnya Allah telah mengangkatku sebagai khalil sebagaimana Dia mengangkat Ibrahim sebagai khalil. Andaikata aku boleh mengangkat seseorang dari kalian sebagai khalil niscaya orang itu adalah Abu Bakar. Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat-tempat peribadatan, ketahuilah janganlah menjadikan kuburan sebagai tempat-tempat peribadatan, karena sesungguhnya aku melarang kalian melakukan hal itu.” (HR. Muslim no. 232).

Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melarang hal ini diakhir hidupnya, kemudian beliau melaknat orang yang melakukannya ada saat beliau menghadapi ajal kematian. Shalat disisinya termasuk didalamnya meskipun tanpa membangun masjid. Inilah makna ucapan Aisyah, “Beliau kawatir kuburnya dijadikan sebagai tempat peribadatan.” Para Sahabat tidak pernah membangun masjid (tempat peribadatan) disekeliling kubur Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Setiap tempat yang ditujukan untuk shalat disana, maka ia telah dijadikan sebagai masjid, bahkan semua tempat yang digunakan untuk shalat bisa dinamakan masjid sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, “Dan bumi dijadikan untukku sebagai masjid dan alat bersuci.” (HR. Bukhari no. 335 dan Muslim no.521).

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya diantara seburuk-buruk manusia adalah orang-orang yang pada hari kiamat datang, mereka dalam keadaan hidup dan orang-orang menjadikan kuburan sebagai tempat-tempat peribadatan.” (HR. Bukhari no.7067 dan Ahmad no.3834).

Kandungan Bab:
  • 1.       Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyinggung tentang orang-orang yang mendirikan tempat peribadatan dimana didalamnya ia menyembah Allah  disisi kuburan orang shalih, walaupun niat pelakunya baik.
  • 2.       Larangan dan peringatan keras terhadap patung-patung.
  • 3.       Yang menjadi tolok ukur adalah sikap keras Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hal ini; bagaimana beliau menjelaskan hal ini pertama kali, kemudia beliau menegaskannya kembali lima hari sebelum beliau wafat, dengan mengatakan apa yang beliau katakan itu, kemudian pada saat beliau menghadapi ajal kematian, beliau belum merasa cukup dengan apa yang beliau katakan sebelumnya (sehingga beliau kembali menegaskannyapada saat ajal datang menjemput).
  • 4.       Larangan beliau melakukan hal itu disisi kuburnya sebelum kuburan beliau ada.
  • 5.       Hal itu (mendirikan tempat peribadatan diatas kuburan) adalah tradisi orang-orang yahudi dan nasrani terhadap kubur nabi-nabi mereka.
  • 6.       Laknat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam atas mereka karena itu.
  • 7.       Bahwa maksud Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah memperingatkan kita agar tidak melakukan hal itu terhadap kuburnya.
  • 8.       Alasan kenapa kubur beliau tidak ditampakkan.
  • 9.       Penjelasan tentang makna menjadikan kuburan sebagai tempat peribadatan.
  • 10.   Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyandingkan antara orang-orang yang menjadikannya (kuburan sebagai tempat peribadatan) dengan orang-orang yang mendapati hari kiamat, maka beliau menyebutkan sarana kepada syirik sebelum ia terjadi, berikut penutupnya.
  • 11.   Apa yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam lima hari sebelum beliau wafat mengandung bantahan atas dua kelompok yang meruapak kelompok ahli bid’ah terburuk, bahkan sebagian ahli ilmu tidak memasukkan keduanya kedalam tujuh puluh dua golongan, keduanya adalah Rafidhah dan Jahmiyah. Orang-orang Rafidhah adalah penyebab syirik dan penyembahan kepada kuburan, mereka adalah orang pertama yang membangun tempat-tempat peribadatan diatas kuburan.
  • 12.   Beratnya Sakratul Maut yang dialami Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
  • 13.   Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dimuliakan oleh Allah ta’ala dengan gelar al-khalil.
  • 14.   Penjelasan secara terbuka bahwa al-Khalil lebih tinggi daripada mahabbah.
  • 15.   Penjelasan secara terbuka bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat terbaik.
  • 16.   Isyarat kepada kekhalifahan Abu Bakar radhiyallahu’anhu.

Penjelasan 
Dari Aisyah radhiyallahu’anha, “Bahwa Ummu Salamah bercerita kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang sebuah gereja yang pernah dia lihat dibumi Habasyah dan gambar-gambar yang ada didalamnya, maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, ‘Orang-orang itu, jika diantara mereka ada seorang laki-laki shalih atau hamba shalih yang mati, mereka membangun tempat peribadatan diatas kuburnya dan membuat gambar-gambar tersebut. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk disisi Allah’.” (HR. Bukhari no. 427, 437 dan Muslim no.528).

Al-baidhawi berkata, “Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melaknat orang-orang yahudi dan nasrani karena mereka sujud kepada kubur para nabi demi mengagungkan mereka dan menjadikan kubur mereka sebagai kiblat yang kepadanya mereka menghadap dalam shalat dan lainnya serta menjadikannya sebagai tempat perayaan.”

Al-Qurthubi berkata, “Para leluhur mereka membuat patung-patung tersebut untuk meneladani mereka dan mengingat perbuatan baik mereka, sehingga para leluhur itu bisa bersungguh-sungguh seperti mereka, beribadah kepada Allah disisi kubur mereka. Namun sepeninggal mereka, datanglah generasi penerus yang tidak memahami maksud para leluhur, lalu setan membisikkan kepada mereka bahwa para leluhur menyembah dan mengagungkan patung-patung tersebut. Maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memperingatkan umat darinya demi menutup sarana yang menyeret kesana.” 

(Mereka membuat dua fitnah: Fitnah akibat kubur dan fitnah akibat patung-patung).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Alasan inilah (dimana karenanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang mendirikan tempat-tempat peribadatan diatas kubur) yang telah menjerumuskan banyak umat kedalam syirik akbar atau syirik yang lebi rendah darinya. Sebab banyak jiwa yang berbuat syirik dengan patung orang-orang shalih dan patung-patung yang kata mereka adalah rahasia bintang-bintang  dan yang sepertinya. Berbuat syirik melalui kuburan seseorang yang diyakini shalih lebih dekat kepada jiwa daripada berbuat syirik melalui kayu atau batu. Oleh karena itu kamu melihat ahli syirik merendahkan diri disana, khusyu’, tunduk dan melakukan dengan sepenuh hati mereka ibadah yang justru tidak mereka lakukan dimasjid dan tidak pula mereka lakukan diwaktu penghujung malam. Diantara mereka ada yang bersujud kepadanya dan kebanyakan dari mereka mengharapkan berkah dari shalat dan doa disisinya, tidak sebagaimana berkah yang mereka harapkan dimasjid. Karena timbulnya kerusakan ini, maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menuntaskan masalahnya hingga sampai beliau melarang shalat diatas kuburan secara mutlak, walaupun seorang yang shalat tidak bermaksud berkahnya tempat itu dengan shalatnya tersebut sebagaimana dia bermaksud berkahnya masjid dengan shalat. Beliau juga melarang shalat pada saat matahari terbit dan terbenam, sebab waktu tersebut merupakan waktu dimana orang-orang musyrik mendirikan ibadah kepada matahari, maka beliau melarang umatnya untuk shalat pada waktu tersebut walaupun tidak seperti maksud (tujuan) orang-orang musyrikin, demi untuk menutup sarana (kearah syirik). Adapun jika maksud seseorang dengan shalat dikuburan adalah diraihnya berkah dengan shalat disana, maka ini merupakan penentangan kepada Allah dan RasulNya itu sendiri, penyelisihan terhadap agamaNya dan mengada-adakan agama tanpa izin dari Allah. Kaum Muslimin telah bersepakat atas apa yang mereka ketahui secara mendasar dari agama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bahwa shalat disisi kubur dilarang dan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melaknat orang yang menjadikannya sebagai tempat peribadatan. Termasuk bid’ah terbesar dan sebab-sebab syirik adalah shalat dikubur dan menjadikannya sebagai tempat peribadatan serta membangun tempat peribadatan diatasnya. Nash-nash dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang melarang hal itu dengan keras telah diriwayatkan secara mutawatir. Kebanyak madzhab telah menyatakan dengan jelas tentang larangan membangun tempat peribadatan diatas kuburan. Mereka menyatakan demikian karena mereka mengikuti sunnah yang shahih lagi jelas. Sahabat-sahabat Ahmad dan ulama selain mereka seperti sahabat-sahabat Malik dan Asy-Syafi’i telah menyatakan bahwa hal itu telah diharamkan. Sementara ada kelompok lain yang menyatakannya makruh, namun makruh disini selayaknya dibawa kepada makruh yaang menunjukkan keharaman dalam rangka baik sangka kita terhadap para ulama, agar tidak ada yang mengira bahwa mereka membolehkan perbuatan yang pelakunya dilaknat dan ia dilarang oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam secara mutawatir.” [Selesai ucapan beliau]. 
Dari Aisyah radhiyallahu’anha ia berkata, “Ketika ajal Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tiba, beliau mulai mengambil sepotong kain dan menutupkannya ke wajahnya, jika beliau merasakan panas lagi sesak, maka beliau membukanya. Dalam keadaan tersebut beliau bersabda, ‘Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat-tempat peribadatan.’ Beliau memperingatkan umat dari apa yang mereka lakukan, kalau bukan karena itu niscaya kubur beliau ditampakkan, hanya saja beliau  kawatir ia dijadikan sebagai tempat peribadatan.” (HR. Bukhari no.435 dan Muslim no.531)

Beliau menjelaskan bahwa siapa yang melakukan seperti itu maka dia berhak mendapatkan laknat seperti orang-orang yahudi dan nasrani.

Dalam catatan kaki Fatul Majid dijelaskan,
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melaknat mereka yang bersemangat untuk shalat disisi kubur nabi-nabi mereka walaupun seorang yang shalat melakukannya hanya karena Allah ta’ala. Barangsiapa shalat disisi kuburan dan menjadikannya sebagai tempat peribadatan maka ia dilaknat, sebab hal itu menjadi sarana untuk menyembahnya jika dia menyembah penghuninya dengan berbagai macam ibadah dan meminta kepadanya apa yang dia tidak mampu melakukannya. Inilah tujuan akhir dari menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid yaitu dalam rangka sarana kearah tersebut. Laknat ini tidak khusus atas orang-orang yahudi dan nasrani, personal-personal mereka, zaman atau nama-nama mereka, akan tetapi karena perbuatan mereka, demikian pula siapa yang melakukan apa yang mereka telah lakukan. Barangsiapa melakukan apa yang lebih besar dari apa yang mereka lakukan maka mereka lebih berhak mendapatkan laknat. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam ingin memperingatkan umatnyaagar mereka tidak tertimpa laknat yang telah menimpa orang-orang yahudi dan nasrani. Oleh karen aitu Aisyah radhiyallahu’anha berkata, “Beliau memperingatkan umat dari apa yang mereka lakukan, kalau bukan karen aitu niscaya kubur beliau ditampakkan.”

Al-Qurthubi berkata tentang makna hadits tersebut, “Semua itu untuk menutup sarana yang membawa kepada penyembahan kepada penghuninya sebagaimana sebab terjadinya penyembahan kepada berhala.”

Al-Qurthubi juga mengatakan, “Oleh karena itu kaum Muslimin sangat serius dalam menutup sarana syirik terkait dengan kuburan Nani shallallahu’alaihi wa sallam, mereka meninggikan tembok tanahnya, menutup segala celah masuk kedalamnya, dan membuatnya mengelilingi kubur beliau. Disamping itu, karena kawatir kubur beliau dijadikan sebagai kiblat jika posisinya menghadap ke orang-orang yang shalat dimana shalat tergambar menghadap kesana dalam gambaran ibadah, maka kaum Muslimin membangun dua tembok dari dua sudut kubur arah utara dan membelokan keduanya sehingga keduana bertemu disudut segitiga dari arah utara sehingga tidak ada yang bisa menghadap kekuburnya.” [selesai]

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Secara umum siapa yang mempunyai ilmu tentang syirik, sebab-sebab dan sarana-sarananya dan memahami maksud Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam niscaya dia meyakini dengan keyakinan yang pasti, yang tidak mengandung kontradiksi bahwa sikap keras Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, laknat dan larangan beliau dengan kedua bentuk kalimatnya, yaitu, ’Jangan melakukan.’ dan ‘Sesungguhnya aku melarang kalian dari hal itu.’ Adalah bukan karena alasan najis, akan tetapi karena alasan najisnya syirik yang beliau larang, mengikuti hawa nafsunya, tidak takut kepada Rabb dan Maulanya dan sedemikian tipisnya bagian dari La ilaha illlallah bahkan tidak tersisa sama sekali.

Sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam ini yang sepertinya adalah demi melindungi tauhid sehingga tidak diselimuti dan dikelilingi oleh syririk,memurnikan tauhid dan membela Rabb sehingga Dia tidak disejajarkan dengan selainNya, namun orang-orang musyrik itu menolak kecuali melanggar perintah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan melaksanakan larangannya. Setan telah menipu mereka dengan menyatakan bahwa hal itu merupakan pengagungan terhadap kubur para syaikh dan orang-orang shalih. Semakin kamu mengagungkan kuburan mereka dan bersikap ghuluw, maka semakin kamu berbahagia dengan kedekatanmu pada mereka dan semakin jauh dari musuh-musuh mereka. Demi Allah, dari pintu inilah setan menyusup kepada para pemuja Ya’uq, Yaghuts, dan Nasr. Setan juga menyusup kepada para penyembah berhala sejak dulu hingga hari kiamat. Maka orang-orang musyrik ini menggabungkan antara ghuluw pada mereka dan menggugat jalan hidup mereka. Maka Allah memberi petunjuk kepada ahli tauhid untuk meniti jalan mereka dan menundukkan jalan mereka dan menundukkan mereka diatas kedudukan yang mana Allah menundukkan mereka diatasnya, yaitu kedudukan ubudiyah dan tidak memberikan keistimewaan ilahiyah kepada mereka,” 

(Dan bumi dijadikan untukku sebagai masjid dan alat bersuci)

Al-Baghawi berkata dalam Syarh as-Sunnah, “Maksudnya bahwa Ahli Kitab dilarang shalat kecuali digereja dan tempat peribadatan mereka, maka Allah membolehkan shalat dimanapun bagi umat ini sebagai keringanan dan kemudahan, kemudian Allah mengkhususkan dari seluruh tempat kamar mandi, kuburan dan tempat yang najis.”


Telah tersinggung  dalam hadits-hadits diatas bahwa ini termasuk perbuatan yahudi dan nasrani dan bahwa Nabi shallallhu’alaihi wa sallam melaknat mereka karena itu sebagai peringatan kepada umat agar mereka tidak melakukan hal itu kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan orang-orang shalih.

Dalam Kitab Qurrah al-Uyun al-Muwahhidin dikatakan,
“Hal ini telah terjadi pada umat dalam jumlah yang tidak sedikit sebagaimana yang terjadi pada orang-orang jahiliyah sebelum diutus nabi shallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana hal itu tidak samar bagi para para pemilik  pandangan yang lurus. Kalangan muta’akhirin dari umat ini mengungguli apa yg dilakukan oleh orang-orang jahiliyah dalam perkara syirik ini dari beberapa segi, diantaranya bahwa mereka mengikhlaskan diri kepada selain Allah dalam keadaan sulit dan melupakan Allah. Diantaranya, bahwa mereka meyakini tuhan-tuhan mereka dari kalangan orang-orang mati bertindak terhadap alam semesta selain Allah. Dengan begitu, mereka menggabungkan dua bentuk syirik, syirik dalam ilahiyah dan dalam rububiyah. Kami telah mendengar hal itu dari mulut mereka, diantara ucapan Ibnu Kamal di Amman dan orang-orang yang sepertinya bahwa Abdul Qadir al-jailani mendengar doa orang yang berdoa kepadanya, disampiing dia mendengar juga dia juga memberi kemanfaatan. Orang ini mengklaim bahwa Abdul Qadir mengetahui yang ghaib walaupun dia sudah mati. Akal orang ini memang sudah rusak, dia tersesat maka dia telah kafir kepada apa yang Allah turunkan dalam kitabNya seperti firmanNya, “Jika kamu menyeru kepada mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh yang Maha Mengetahui.” (Fathir: 14). Mereka tidak mempercayai berita Allah yang Maha Mengetahui tentang tuhan-tuhan yang mereka sembah selain Allah, mereka juga tidak beriman kepada apa yang Dia turunkan dalam kitabNya, sebaliknya mereka malah menentang dan menolaknya dngan keras, mereka mendustakan, melakukan ilhad dan membuang akal dan naql. Semoga Allah memberi pertolongan.” Selesai.

Kebanyakan dari mereka tidak mau mengangkat kepala, justru mereka meyakini bahwa perkara ini merupakan ibadah yang mendekatkan kepada Allah ta’ala, padahal ia termasuk perkara yang menjauhkan dari rahmat dan ampunanNya.

Yang mengherankan bahwa kebanyakan orang mengaku berilmu dari kalangan umat ini tidak mengingkari hal itu, bahkan terkadang mereka menganggapnya baik dan mednorong untuk dilakukan. Islam menjadi sedemikian asing, yang ma’ruf menjadi mungkar dan yang mungkar menjadi ma’ruf, sunnah menjadi bid’ah dan bid’ah menjadi sunnah, anak kecil tumbuh diatasnya dan orang tua beruban diatasnya pula.

Ucapan Ulama Seputar Ibadah di Kuburan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Adapun membangun tempat-tempat peribadatan diatas kuburan maka sebagai kalangan telah menyatakan melarangnya mengikuti hadtis-hadits yang shahih. Sahabat-sahabat kami dan lainnya dari kalangan sahabat-sahabat Malik dan Asy-Syafi’i meyatakan mengharamkan.” Syaikhul Islam berkata, “Tidak ada keraguan untuk memastikan keharamannya.” -lalu beliau menyebutkan hadits-hadits dalam hal itu lalu berkata-, “Tempat-tempat peribadatan yang didirikan diatas para kubur nabi dan orang-orang shalih atau para raja dan selainnya harus disingkirkan dengan dirobohkan atau dengan cara lainnya. Dan aku tidak mengeahui adanya perbedaan dikalangan umat yang dikenal.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Wajib merobohkan kubah-kubah yang didirikan diatas kubur, karena ia dibangun diatas dasar kemaksiatan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Beberapa ulama dalam madzhab asy-Syafi’i memfatwakan bangunan dik Qarrafah (kuburan ahli mesir) harus dirobohkan, diantara mereka adalah Ibnu al-Jumaizi, azh-Zhahir al-Tazmanti dan lain-lainnya.”

Qadhi Ibnu Kaj berkata, “Tidak boeh melabur (mengapuri) kuburan, tidak pula membangun kubah-kubah diatasnya, tidak pula selain kubah. Berwasiat dengan yang demikian adalah batal.”

Al-Adzura’i berkata, “Adapun batalnya wasiat yang berisi perintah membangun kubah-kubah dan bangunan yang lainnya dan membelanjakan uang dalam jumlah besar, maka keharamannya tidak diragukan.”

Al-Qurthubi berkata tentang hadits Jabir radhiyallahu’anu, “Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melarang melabur (mengapuri) kuburan atau membangu diatasnya.” Dia berkata, “Malik berpendapat sesuai dengan zahir hadits ini, dia menilai makruh melabur dan membangun diatas kuburan, sementara selain Malik membolehkannya dan hadits ini adalah hujjah atasnya.”

Ibnu Rusyd berkata, “Malik menilai makruh mendirikan bangunan diatas kuburan dan membuat tanda makan tertulis, ia termasuk bid’ah orang-orang berharta, mereka membuatnya dengan ingin menyombongkan diri, membanggakan diri, dan mencari nama, din ia termasuk perkara yang tidak diperselisihkan keharamannya.”

Az-Zaila’i berkata dalam Syarh al-Kanz, “makruh membangun diatas kuburan. Qadhi Khan menyebutkan bahwa kubur tidak dikapur dan tidak didirikan bangunan atasnya, berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bahwa beliau melarang melabur  kubur dan membangun diatasnya. Yang dimaksud dengan makruh menurut pendapat ulama-ulama Hanafiyah adalah makruh yang menunjukkan keharaman. Hal itu dinyatakan oleh Ibnu Nujaim dalam Syarh al-Kanz.”

Asy-Syafi’i berkata, “Aku tidak suka ada seorang makhluk diagungkan, sehingga dikuburnya dijadikan sebagai tempat peribadatan karena dikawatirkan terjadi fitnah atasnya dan atas orang—orang sesudahnya.” Perkataan asy-Syafi’i ini menjelaskan bahwa yang dimaksud makruh adalah makruh yang menunjukkan keharaman.




Pensyarah Kitab Tauhid –Fathul Majid- berkata, “An-Nawawi memastikan dalam Syarh al-Muhadzdzab bahwa membangun diatas kubur adalah haram secara mutlak. Dan dia juga menyebutkan yang sepertinya di Syarh Shahih Muslim.”

Abu Muhammad bin Abdullahj bin Ahmad bin udamah rahimahullah, Imam para pengikut Madzhab Hanbali, penulis kitab-kitab besar seperti al-Mughni, al-Kafi dan lainnya berkata, “Tidak boleh membangun tempat peribadatan diatas kubur, karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat orang-orang yahudi dan nasrani....”(Alhadits). Dan telah diriwayatkan kepada kami bahwa awal mula penyembahan kepada berhala dalam pengagungan kepada orang-orang mati, pembuatan patung-patung mereka, berdiam diri padanya, dan shalat disisinya.”[*]

[*] Didalam Fathul Majid penulis memberikan tambahan, “Ibnu Hajar al-Haitsami telah menyatakan dalam kitabnya al-Kaba’ir bahwa menbangun kubah diatas kubur termasuk dosa besar yang diharamkan dengan dasar nash yang jelas. Wajib atas para pemimpin kaum muslimin, para amir dan para wali menghancurkan kubah-kubah ini dan hendaknya mereka memulai dengan kubah-kubah imam Syafi’i.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun kuburan, maka tidak ada perbedaan antara kondisinya baru atau lama, tanahnya telah berubah atau belum, juga tidak ada perbedaan apakah diantara posisinya dengan tanah terdapat pembatas atau tidak, karena keumuman dan illat, disamping itu Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah melaknat tempat-tempat peribadatan dan sudah dimaklumi bahwa kubur Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak najis.”

Segala puji bagi Allah atas kejelasan hujjah dan penjelasan jalan yang benar. Segala puji kepada Allah yang telah membimbing kita kepada agama ini, kta tidak akan mendapatkan hidayah seandainya Alah tidak memberi hidayah kepada kita.

petikan : http://faisalchoir.blogspot.com/2016/04/sikap-keras-rasulullah-terhadap-orang.html

Tuesday, April 2, 2019

fahaman.syiah

bismillahirrahmanirrahim

// syiah . sejarah penyelwengan terhadap Islam (bah 1)

amirul asyraf / open university malaysia


1. Pengenalan

Syiah adalah suatu ajaran menyeleweng yang telah lama bertapak dalam dunia Islam,iaitu sejak dari zaman Saidina Usman Bin Affan. Seorang Yahudi dari Yaman yang bernama Abdullah Bin Saba‟ telah memulakan gerakan merosakkan ajaran Islam dengan mengagung-agungkan Saidina Ali Bin Abi Talib dan menghina para sahabat yang lain. Aliran ini telah melalui beberapa fasa perkembangan hingga terlahirnya ajaran syiah seperti yang kita lihat padahari ini. Perbezaan pendapat atau disebut sebagai polemik antara Syiah dan Ahlu Sunnah merupakan suatu isu yang telah lama dibahaskan oleh para ulama‟ yang terdahulu. Dalam melihat polemik yang berlaku ini, dunia telahpun menyaksikan bagaimana berlakunya siri kemelut dan persengketaan yang berpanjangan sehingga berlakunya peperangan sepertimana apayang berlaku di Syria, Iraq, terbaru di Yaman dan di beberapa Negara lain. Beberapa usaha untuk mendamaikan kedua belah pihak ini juga pernah diadakan namun sehingga kini belum ada tanda-tanda isu ini dapat diselesaikan. 

Kenyataan sekarang, terlihat bahawa banyak rencana Syiah sudah terlaksana secara rapidi beberapa Negara Islam termasuk di Malaysia. Dengan demikian, gerakan Syiah adalah gerakan yang penuh dengan pelan strategik, dan diwujudkan dengan tindakan yang nyata. Apayang kita lihat sekarang ini di Indonesia dan Malaysia adalah sebahagian daripada pelan hala tuju gerakan Syiah yang bertujuan bagi mendirikan kekhalifahan versi mereka dengan cara menguasai seluruh pemerintahan Negara. Dalam hal ini, bagi meningkatkan kewaspadaan diperlukan banyak kajian dan artikel-artikel ilmiah bagi membendung ajaran Syiah dari terus meracuni fikiran Ummat Islam.

2. Sejarah Kemunculan Syiah

a) Latar Belakang Dan Faktor Kemunculan Syiah

Perkataan Syiah dari sudut bahasa bermaksud satu kumpulan atau satu kelompok manusia. Perkataan syiah apabila disandarkan kepada seseorang, ia akan membawa maksud pengikut dan pembantunya. (Fauzi Hamat, 2011). Dari sudut istilah, kata Syiah merupakan suatu frasa yang digunakan bagi merujuk kepada salah satu daripada dua mazhab terpenting dalam Islam yang menolak tiga orang khulafa ar-Rasyidin yang awal dan menganggap Sayyidina Ali sebagai pengganti Nabi Muhammad s.a.w yang sah. (Noresah Baharom, 2007). Syiah pada peringkat awal adalah merupakan kumpulan penyokong Sayyidina Ali Bin Abi Talib dalam krisis beliau berhubung dengan isu politik dengan Muawiyyah Bin Abu Sufyan, iaitu salah seorang sahabat Nabi Muhammad s.a.w. khususnya setelah kematian Sayyidina Uthman Bin Affan. (Hamka, 1997). Ia kemudiannya berkembang menjadi satu aliran kepercayaan yang membezakannya daripada kumpulan Ahli Sunnah wal Jamaah.

Berpandukan sejarah mengenai kelahiran golongan ini, sebahagian cendiakawan barat berpendapat bahawa golongan ini lahir disebabkan pengaruh parsi yang telah menyerap masuk ke dalam Islam melalui pengislaman orang-orang parsi pada ketika itu. Ini kerana orang parsi berpegang kepada prinsip bahawa pemerintah adalah berdasarkan salasilah keturunan beraja dan kerusi pemerintahan tersebut adalah diwarisi. Maka berdasarkan pegangan ini, apabila wafatnya Rasulullah s.a.w., maka peribadi yang paling menurut mereka yang layak untuk mewarisi kerusi pemerintahan atau kepimpinan adalah Ali bin Abi Talib kerana Rasulullah tidak mempunyai anak lelaki. (Ali Abdul Fattah, 1995). Sesiapa yang mengambil jawatan tersebut seperti AbuBakar, Umar dan Usman, maka individu tersebut menurut mereka telah merampas hak yang sepatutnya menjadi milik Ali bin Abi Talib. Dalam pada itu, terdapat juga pendapat yang menyatakan golongan syiah berkembang hasil daripada perancangan yahudi melalui usaha yang dilakukan oleh Abdullah bin Saba‟ yang melebih-lebihkan Ali daripada sahabat-sahabat yang lain dan mengagung-agungkannya sehingga kepada tahap mempertuhankan Ali. (Fauzi Hamat,2011).

b) Jenis-Jenis Syiah

Syiah telah berkembang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kerana munculnya Abdullah bin Saba‟ al-Yahudi. Ia mengaku beragama Islam dan memihak kepada Ali serta Ahlul Bait, namun bersikap berlebih-lebihan dalam mencintainya. Mereka kemudiannya dinisbahkan kepada golongan Saba‟iyyah. AlBaghdadi berkata “Kaum Saba‟iyyah adalah para pengikut Abdullah Bin Saba‟ al-Yahudi. Mereka berlebih-lebihan dalam menyikapi Ali yakni meyakini bahawa Ali adalah nabi, bahkan sampai menduga bahawa ia adalah Allah”.

Ketika berita tentang mereka disampaikan kepada Ali, beliau segera mengambil tindakan dengan memerintahkan untuk membakar mereka hidup-hidup dalam dua buah lubang dan mengasingkan tokohnya Abdullah bin Saba‟ ke daerah al-Mada-in. (Muhammad al-Aqil, 2011).

Pada masa sesudah Ali, golongan Syiah terpecah menjadi empat kelompok iaitu Zaidiyyah, Imamiyyah, Kisaniyyah dan Ghulat. Sesudah itu, Zaidiyyah terpecah-pecah menjadi beberapa sekte, demikian juga yang terjadi pada Imamiyyah dan Ghulat dan mereka mengkafirkan antara satu sama lain.

c) Doktrin Ajaran Syiah

  1. Al-Imamah di Sisi Syiah

Menurut Syiah, Imamah adalah 'Istimrar atau nubuwah' yang bermaksud penerus kenabian atau pewaris nabi. Syiah menyatakan bahawa penerus kenabian adalah manusia pilihan Allah dan Nabinya. Mereka mengatakan bahawa Rasulullah telah menyebut tentang Imam secara terang iaitu dalil "Ghadir Kham" yang bermaksud “Sesiapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali lah pemimpinnya”.

Imamah mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Syiah. An Naubkhti meneybut imamah adalah perkara yang paling besar setelah nabi. Manakala al-Kaashif al Ghita mengatakan Imamah adalah lantikan dari Tuhan, sama seperti pelantikan nabi. Sedangkan Nikmatullah al-Jazairi menyebut bahawa Imamah yang umum darjatnya lebih tinggi dari nabi dan risalah. (Mohamad bin Ismail, t,t).

  2. Aqidah Ar-Raj'ah

Raj'ah adalah bid'ah yang diadakan oleh Syiah. Raj'ah bermaksud kebangkitan semula ke dunia setelah mati. Iaitu kebangkitan ketika kemunculan Imam al-Mahdi. Ia merupakan perkara usul dalam akidah mereka. Ibnu Babawaih berkata yang bermaksud; "Raj'ah pada aqidah kami adalah yang benar" Al-Mufid pula berkata yang bermaksud; "Syiah Imamiyyah bersepakat tentang wajib berlaku raj'ah kepada ramai dari kalangan orang-orang yang telah mati." (Mohamad bin Islamil, t.t).

Berdasarkan kenyataan di atas, diketahui bahawa golongan syiah beriktikad bahawa musuh-musuh mereka yang terdiri daripada Ahlu Sunnah akan bangkit kembali dari kematian ketika kemunculan al-Mahdi dan mereka iaitu Ahlu Sunnah termasuk AbuBakar, Umar, Usman akan disiksa di depan pengikut-pengikut Syiah. Mereka berpendapat inilah balasan terhadap mereka-mereka yang merampas hak Ali.

  3. Aqidah Al-Bada'

Golongan Syiah mempercayai bahawa Allah bersifat dengan sifat al-Bada' iaitu memulakan suatu ketentuan baru setelah ketentuan awal gagal dilaksanakan. Golongan Syiah mempercayai bahawa al-Bada' termasuk dalam usul akidah mereka. Diantara


ulama‟ Syiah yang
mengasaskan pegangan al-
Bada‟ ini adalah al
-Kulaini yangmeletakkan satu bab khusus mengenai al-
Bada‟ ini dalam kitabnya Usul al
-Kahfi.
Kemudian diikuti oleh ulama‟ setelahnya iaitu Ibnu Babawaih yang meletakkan satu bab
khusus mengenai al-
Bada‟ dalam kita
bnya al-
I‟tiqadat. (Mohammad bin Ismail, t.t).
Asal makna al-
Bada‟ adalah tersembunyi, timbul fikiran baru tentang sesuatu
setelah melihat keadaan yang berlainan dari apa yang ada dalam pengetahuan seseorang.Golongan Syiah menganggap ilmu Allah didahului dengan sifat jahil dan berlaku perkara baharu dalam ilmu Allah. (Mohammad bin Ismail, t.t). Hal ini adalah jelas bertentangandengan sifat Allah yang maha mengetahui akan segala sesuatu. Jika kedua perkara inidisandarkan kepada Allah, maka ia adalah sebesar-besar kekufuran terhadap Allah s.w.t.Para pengikut Syiah mempercayai bahawa al-
Bada‟ berlaku kepada imam
-imam mereka.Sebagai contoh apabila sesuatu berita yang disandarkan kepada imam kemudian perkaraitu tidak berlaku, mereka akan mendakwa inilah al-Bada' yang berlaku pada imam imam mereka.

  4. Al-Quran dan As-Sunnah di Sisi Syiah

Al-Quran adalah kalamullah terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammads.a.w melalui perantaraan malaikat Jibril dan diriwayatkan secara mutawatir, bermuladari surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas, membacanya dinilai sebagai ibadah. Ini adalah apa yang disepakati oleh ijma‟ ulama‟. Berbeza dengan fahaman Syiah, mereka mendakwa al-Quran yang ada pada hari ini, bukan al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Mereka mendakwa bahawa al-Quran yang sebenar ada pada tangan Imam al-Mahdi yang ghaib dan akan dibawa oleh Imam al-Mahdi pada akhir zaman kelak. Mereka juga mendakwa terdapat beratus-ratus riwayat palsu yang disandarkan kepada imam-imam mereka berkaitan dengan penambahan, pengurangan, dan penyelewengan terhadap al-Quran yang di lakukan oleh para sahabat. (Mohamad bin Ismail, t.t).

Mengikut pendapat ulama' ahli sunnah, ulama' syiah menolak hadis kerana mereka menolak hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat. Ada sebahagian dari riwayat Syiah yang menyatakan “Sesungguhnya semua perkara dirujuk kepada kitab sunnah, mana-mana hadis yang tidak bertepatan dengan kitab Allah, ia adalah perhiasan”.

Kebanyakkan teks dan riwayat hadis mereka menolak sunnah yang diguna pakai oleh Ahli Sunnah. Ini dapat diperhatikan melalui kefahaman dan perlaksanaan mereka terhadap hadis, begitu juga melalui periwayatan hadis dan matan yang bercanggah dengan Ahli Sunnah. Sebagai contoh, Syiah mendifinisikan hadis sebagai “semua perbuatan, percakapan dan pengakuan daripada al maksum”. Mereka berkata bahawa sesungguhnya imam-imam (imam 12) adalah maksum, jadi semua hadis yang terbit dari mereka adalah sahih tanpa syarat sanad atau rawi sampai kepada Nabi Muhammads.a.w. Ini kerana sesungguhnya al-Imamah adalah penerus kenabian. (Mohamad binIsmail, t.t).5)

Taqiyah di Sisi SyiahTaqiyah adalah menyembunyikan sesuatu yang terdapat di dalam hati dan menzahirkan yang sebaliknya. Seorang tokoh Syiah yang bernama al-Mufid telah mendefinisikan taqiyah dengan katanya “Taqiyah adalah menyembunyikan atau merahsiakan iktikad atau pegangan dari musuh, menyatakan secara zahir bersama dengan musuh demi menjaga agama dan dunia. (Mohamad bi Ismail, t.t). Dengan ini, taqiyah bermakna mereka (syiah) menzahirkan amalan ahli sunnah tetapi hati mereka tetap berpegang pada syiah.

Taqiyah adalah amalan syiah yang dilakukan secara kolektif. Amalan yang telahsebati dengan masyarakat syiah diamalkan sehingga kemunculan Imam al-Mahdi. Ibnu Babawaih menegaskan kewajipan beramal dengan taqiyah dalam kitabnya iktiqadat “Taqiyah adalah wajib, hukumnya tidak terangkat sehingga kemunculan al Qaim al-Mahdi, sesiapa yang tidak bertaqiyah sebelum kemunculan al-Mahdi, ia terkeluar dari agama dan terkeluar dari agama al-Imamah, bercanggah dengan Allah dan Rasul serta Imamah. (Mohamad bin Ismail, t.t).

  6. Nikah Mut'ah di Sisi Syiah

Nikah mut‟ah mendapat kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi syiah. Bagi mereka, anak dari hasil nikah mut‟ah adalah lebih mulia dari anak hasil pernikahan biasa. Barangsiapa yang mengingkari mut'ah, bererti dia telah kufur dan murtad. Ibnu Babawaih berkata dari Abdullah bin Sinan, dari Abi Abdullah berkata "Sesungguhnya Allah SWT telah mengharamkan ke atas kami semua minuman yang memabukkan dan menggantikannya dengan mut‟ah. Mulla Fathullah al-Kaashani pula menyebut dalam kitabnya “Nabi saw bersabda sesiapa yang bermut'ah sekali, maka Allah akanmembebaskannya 1/3 dari api neraka, sesiapa yang bermut'ah dua kali, maka Allah akan membebaskannya 2/3 dari api neraka dan sesiapa yang bermut'ah tiga kali, Allah akan bebaskan sepenuhnya dari api neraka. (Mohamad bin Ismail, t.t). Ini semua adalah pembohongan golongan syiah dimana ia melakukan fitnah terhadap Nabi Muhammads.a.w. dan pegangan-pegangan mereka sangat bertentangan dengan al-Quran dan hadis.

d) Perkara Pokok Perbahasan Di Antara Sunni Dan Syiah

Ibnu Hazzam mentakrifkan Ahlu Sunnah sebagai mereka yang kita panggil Ahlul Haq iaitu kumpulan yang berada di landasan yang benar dan yang lain dari mereka ialah Ahlul Bid‟ah iaitu kumpulan yang sesat, kerana mereka adalah yang terdiri dari kalangan para sahabat dan siapa sahaja yang mengikuti jalan mereka dari kalangan Tabi'in. Kemudian para ahli hadis yang yang mengikuti mereka daripada kalangan ulama Fiqh dari satu generasi ke satu generasi berikutnya sehinggalah ke hari ini, begitulah juga orang yang mengikuti mereka daripada kalangan orang awam di segenap pelusuk dunia. (Wan Zahidi, t.t).

Ahlu Sunnah dan Syiah mempunyai beberapa aspek perbezaan yang ketara dalam aqidah. Perbezaan tersebut merangkumi konsep imamah, rukun iman, relevansi pemilihan Abu Bakar as-Siddiq, dan konsep al-ismah dan al -Raj'ah. Perbezaan ini yang membawa kepada penolakan Ahlu Sunnah terhadap golongan Syiah secara total berdasarkan hujah-hujah ilmiah yang dikemukakan oleh beberapa pemuka aliran al-Asya'irah seperti Abu Hasan Asy'ari, al-Amidi, al-Ghazzali, al-Razi, dan Ibnu Hajar al-Haytami. (Fauzi Hamat, 2011).

3. Konsep Imamah Menurut Syiah Dan Perbezannya Menurut Ahlu Sunnah Beserta Dalil

Al-Imamah merupakan suatu pegangan yang telah menjadi salah satu i‟tikad golongan syiah. Mereka mendakwa bahawa hak memerintah setelah Nabi Muhammad s.a.w adalah milik Sayyidina Ali dan keturunannya daripada zuriat Sayyidatina Fatimah al-Zahra. Ia adalah satu daripada rukun iman yang penting bagi penganut syiah sehingga iman seseorang dianggap tidak sah melainkan setelah menerima konsep imamah ini. (Fauzi Hamat, 2011). Perkara ini merupakan khilaf terbesar di antara golongan Syiah dan golongan Ahlu Sunnah. Hal ini disebabkan imamah di sisi Ahlu Sunnah adalah berdasarkan persetujuan dan pemilihan yang dilakukan oleh Umat Islam.

Imamah di sisi Syiah Imamiyyah bermaksud “Al-Khilafah” atau kepimpinan ummat selepas Nabi Muhammad s.a.w adalah menjadi hak mutlak dua belas wali atau imam sehingga hari kiamat. Imamah adalah suatu jawatan yang ditentukan Allah secara nas daripada NabiMuhammad s.a.w. Mereka berpendapat bahawa antara syarat penting bagi seorang imam adalah mesti seorang yang maksum seperti seorang nabi. Dengan demikian, pemerintahan para khulafaar-Rasyidin dan pemerintah-pemerintah Islam selepasnya adalah tidak sah dan dianggap perampas hak-hak imam yang mereka senaraikan seramai dua belas orang. Imamah juga dianggap sebagai rukun Islam yang paling utama dimana tidak sah Islam seseorang itu melainkan dengannya.(Wan Zahidi, t,t). Dua belas imam yang wajib diimani bagi setiap muslim mengikut pandangan syiah adalah;

1) Abu al-Hasan Ali bin Abi Talib – Al-Murtada

2) Abu Muhammad al-Hasan bin Ali – Al-Zaki

3) Abu Abdullah al-Husin bin Ali – Saidu Asy-Syuhada

4) Abu Muhammad Ali bin Husin – Zainul Abidin

5) Abu Jafar Muhammad bin Ali – Al-Baqir

6) Abu Abdullah Jaafar bin Muhammad – Al-Sodiq

7) Abu Ibrahim Musa bin Jaafar – Al-Khadim

8) Abu Al-Hasan Ali bin Musa – Al-Ridza

9) Abu Jafar Muhammad bin Ali – Al-Jawad

10) Abu Muhammad Ali bin Muhammad – Al-Hadi

11) Abu Muhammad al-Hasan bin Ali – Al-Asykuri

12) Abu al-Qasim Muhammad bin al-Hasan – Al-Mahdi

Ulama' Imamiyyah (syiah) sependapat menyatakan bahawa sesiapa yang mengingkari kepimpinan salah seorang daripada imam-imam yang disebutkan serta tidak mengakui kewajipantaat kepada mereka sepertimana yang diwajipkan oleh Allah, maka ia menjadi kafir, sesat dan layak kekal di dalam neraka.

Ulama' syiah selruhnya sependapat menyatakan bahawa imamah adalah sebahagian dari Usuluddin dan mereka telah membuktikannya dalam kitab-kitab mereka.(Wan Zahidi, t.t)

insyaAllah bersambung ..